Senin, 28 Oktober 2013


HAYATUN THAYYIBAH
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahal [16]: 97)
Hayatun Thayyibah atau kehidupan yang baik adalah dambaan seluruh manusia, tanpa seorang pun yang mengingkarinya. Maka, melalui ayat di atas Allah SWT ingin menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya tentang cara menggapai kehidupan yang baik, yaitu dengan melakukan amal saleh atau kebaikan berdasarkan iman kepada Allah SWT dan rasul-Nya.
Melalui ayat ini, Allah SWT juga ingin menyampaikan kepada kita bahwa perbuatan baik tidak hanya dibalas di akhirat; di dunia akan dibalas dengan pemberian penghidupan yang baik, di akhirat akan dibalas dengan kebaikan yang lebih baik dari kebaikan yang telah dikerjakannya yaitu surga. Dan, balasan tersebut tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Apa itu Hayatun Thayyibah?
Lalu apa itu hayatun thayyibah (kehidupan yang baik)? Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an dan Asy-Syaukni dalam Fathul Qadir-nya, menyebutkan beberapa makna hayatun thayyibah, antara lain; Pertama, rezeki yang halal, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, Said bin Jubair, ‘Atha dan Adh-Dhahhak dan jumhur ulama lainnya.
Kedua, qana’ah (kepuasan hati) sebagimana pendapat Al-Hasan al-Bashri, Zaid bin Wahab, dan Wahab bin Munabbih, termasuk pendapat Ali Bin Abu Thalib dan Ibnu Abbas ra.
Ketiga, petunjuk untuk melakukan ketaatan, guna menggapai ridha Allah SWT, ini menurut Adh-Dhahhak. Adh-Dhahhak Juga berkata, “Siapa yang melakukan amal saleh dalam keadaan beriman, baik ketika sedang susah maupun ketika mudah, niscaya kehidupannya baik, dan siapa yang berpaling dari mengingat Allah, tidak beriman, dan tidak melakukan amal saleh, maka hidupnya sempit, tanpa ada kebaikan di dalamnya.”
Keempat, as-sa’adah (kebahagiaan, kedamaian dalam hidup), masih menurut Ibnu Abbas
Kelima, Abu Bakr al Warraq berkata, hayatun thayyibah ialah manisnya ketaatan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud hayatun thayyibah ialah kehidupan di dalam surga, karena tak ada kebahagiaan tanpa memasuki surga.  Dan, masih banyak lagi makna lainnya.
Itulah beberapa makna hayatun thayyibah sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir terkemuka. Kendati terdapat banyak pendapat, namun semua makna yang telah disebutkan mencakup makna dan hakikat kehidupan yang baik. Artinya, siapa yang diberikan hal-hal di atas, laki-laki maupun perempuan, maka dia pun akan merasakan kehidupan yang baik.
Iman dan Amal Saleh
Iman dan amal saleh adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dalam hidup ini. Iman tanpa melakukan amal saleh adalah pengakuan yang sia-sia, dan amal saleh tanpa disertai iman hanyalah kerugian.
Allah SWT berfirman, ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr [103]: 1-3)
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menzhalimi perbuatan baik seorang mukmin walau hanya satu kebaikan. Dia akan diberi kebaikan di dunia—atas kebaikan yang diperbuatnya, dan akan diberi pula pahala di akhirat kelak. Adapun orang kafir, dia akan diberi balasan di dunia atas perbuatan baiknya, namun di akhirat kelak dia tidak akan mendapatkan apa-apa atas kebaikannya itu.”(HR. Muslim)
Dengan demikian, iman adalah  syarat sah dan diterimanya suatu amal perbuatan. Kebaikan apapun yang kita perbuat tanpa didasarkan pada iman tidak dapat disebut sebagai amal saleh. As-Sa’di mengatakan, “Iman adalah keyakinan mendalam yang mendorong seseorang untuk terus melakukan kebaikan, baik yang wajib maupun yang disunnahkan.” Dan, orang inilah yang akan mendapat penghidupan yang baik di dunia dan balasan terbaik di akhirat kelak. Wallahu A’lam Bishshawab.  (M. Yusuf Shandy)
Allah Swt banyak menyebutkan tentang tutur kata (kalimat) dalam al-Qur’an, dan membuat perumpamaan tentangnya. Allah Swt berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia: “Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(Ibrâhîm [14]: 24-27)
Allah Swt melalui ayat ini hendak menjawab permohonan hamba-hamba-Nya yang beriman dalam setiap tutur kata yang indah dan perbuatan baik. Hal itu dikarenakan Allah Swt Maha Baik dan hanya menerima amal baik. Tutur kata yang indah adalah tutur kata yang menghapuskan semua keburukan, mengingatkan setiap kebajikan, tidak mencari-cari aib dan tidak mengetahui kecuali hanya kebaikan-kebaikan.
Manusia menderita dalam kehidupan ini disebabkan ia selalu mengumpulkan aib dan menumpuk permasalahan. Ia tidak mau melihat sisi-sisi yang baik. Allah Swt ingin menebarkan tutur kata yang baik di antara orang-orang beriman. Allah Swt tidak menginginkan orang-orang beriman menyinggung harga diri orang lain ataupun menyebut kejahatan-kejahatannya dalam pembicaraan mereka. Karena Allah Swt –seperti yang sudah kita ungkapkan- adalah penguasa alam semesta, maka anugerah Allah berlaku sama kepada setiap manusia, tanpa melihat tingkatan iman mereka. Allah Swt telah mengharamkan ghibah dan adu domba. Allah menggambarkan keduanya di dalam al-Qur’an melalui satu ilustrasi menakutkan dengan mengatakan: “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Al-Hujurât: 12)
Sungguh menakutkan gambaran yang diberikan sehingga orang pun merasa jijik. Tidak bisa dibayangkan bagaimana seseorang mendatangi orang mati, duduk di hadapan manusia, lalu memakan dagingnya. Sebuah ilustrasi mengerikan dan menjijikkan mengenai perkataan yang buruk. Oleh sebab itu, Imam Ja`far as-Shadiq ra. suatu ketika mengetahui bahwa ada seseorang yang menebarkan gosip tentang dirinya. Ia lalu meminta pembantunya untuk membawakan kurma terbaik miliknya. Kemudian, ia pilih kurma-kurma yang paling baik itu dan mengirimkannya dalam satu mangkok kepada orang yang telah berlaku ghibah tersebut. Bersama paket kurma itu, Ja`far as-Shadiq menuliskan surat di atas secarik kertas yang berbunyi: “Saya mengetahui bahwa anda telah menyebarkan berita tidak benar tentang diri saya di belakang saya kemarin. Karena anda telah memberikan kepada saya sesuatu yang terbaik milik anda, yaitu kebaikan-kebaikan anda, maka tak ada cara lain untuk membalasnya kecuali saya kirimkan hadiah ini. Saya berikan milik saya yang terbaik, yaitu kurma-kurma ini.”
Apa yang bisa dipahami dari pengumpamaan tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk dengan pohon?
Pada saat kita mengawali pembicaraan mengenai perumpamaan yang diberikan Allah Swt tentang tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk, kita renungkan sejenak perumpamaan tutur kata dengan sebuah pohon.
Mengapa Allah Swt mengumpamakan tutur kata yang baik dengan pohon yang bagus, dan tutur kata buruk dengan pohon yang jelek? Allah Swt ingin menggugah perhatian kita kepada pelbagai makna dalam penyerupaan tutur kata dengan pohon. Pertama, pohon tumbuh dimulai dengan benih. Kemudian pohon itu tumbuh semakin besar. Begitu juga tutur kata, yang bagus maupun yang buruk. Ia keluar dari mulut seperti benih yang kecil. Kemudian disebarkan dan diterima manusia. Ia pun semakin besar dan besar. Menyebar di satu kampung kemudian berpindah ke kampung lainnya. Begitu seterusnya.\
Seakan-akan Allah Swt ingin menarik perhatian kita di awal perumpamaan kepada bahaya yang bisa timbul dari tutur kata. Allah Swt seolah-olah ingin menyampaikan bahwa janganlah sekali-kali kalian mengira bahwa tutur kata hanya berupa rangkaian huruf-huruf semata yang diucapkan mulut kemudian dilupakan, selesai dan pergi begitu saja. Tetapi ia ibaratkan sebuah pohon yang dimulai dari benih. Kemudian cabang-cabangnya tumbuh menjalar, lalu membesar. Setelah itu buahnya berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Contohnya, silakan anda lihat tindak kejahatan yang dilakukan di satu negara yang tidak menerapkan syari`at Allah. Ia akan menjalar ke nagara-negara lain.
Maka tutur kata yang indah dan tradisi yang baik tidak terbatas pengaruhnya hanya kepada orang yang menanamnya. Tetapi ia akan tumbuh berkembang dan berbuah memenuhi dunia. Oleh karenanya, Allah Swt menyerupakan tutur kata dengan sebatang pohon.

Perbedaan antara tutur kata yang baik dengan tutur kata yang buruk
Allah Swt membedakan antara tutur kata yang baik dengan tutur kata yang buruk. Memang benar, bahwa keduanya diperumpamakan dengan sebatang pohon yang menghasilkan buah dan menyebarkan benih. Akan tetapi tutur kata yang baik dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Artinya, bahwa sesungguhnya tutur kata yang baik dan tradisi perbuatan yang baik akan tetap tertancap di bumi ini. Tak akan tercabut selamanya. Dalam hal ini, Rasulullah Saw Bersabda: “Kebaikan yang ada pada diriku dan ada pada umatku akan ada sampai hari kiamat nanti.”
Maka tradisi yang baik dan tutur kata yang indah kapanpun ditabur di muka bumi, akan tetap ada dan diamalkan manusia. Banyak ataupun sedikit yang mengamalkannya, ia selamanya tak akan ada habisnya. Kebaikan akan senantiasa ada.
Kemudian setelah itu, Allah Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.” Di sini Allah Swt ingin mengambil perhatian kita bahwa pahala tutur kata yang indah dan tradisi yang baik adalah di sisi Allah Swt. Maka dari itu, Ia Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Seakan-akan Allah Swt ingin mengatakan jangan kalian tunggu pahala dari dunia. Jika engkau bertutur kata baik, maka nantikanlah pahala dari Allah Swt. Dan carilah pahala dari Allah Swt semata. Jika engkau memperoleh kebaikan di dunia, maka itu baik bagimu. Tetapi jika tidak, maka engkau mengetahui bahwasanya pahala menanti di sisi Allah Swt karena Ia telah berfirman: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(ar-Rahman: 60).\
Sedangkan jika engkau berbuat kebaikan dengan mengharap ridla dari selain Allah Swt, misalnya, dari orang-orang yang berkuasa, maka Allah Swt akan memasukkan mereka ke dalam kehidupanmu demi mencari pembenaran. Oleh sebab itu, hendaknya masing-masing kita mengawasi segala tutur katanya agar mengetahui makna dan bahayanya. Allah Swt juga seolah-olah mengatakan bahwa tutur kata akan diperhitungkan nanti. Maka, sebaiknya kita tidak melontarkannya sembarangan. Jika anda lemparkan benih di atas bumi sebelum tumbuh pepohonan, artinya anda telah mengambil satu keputusan. Tutur kata manusia diperhitungkan. Oleh sebab itu, Allah Swt berfirman: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qâf: 18)
Artinya, setiap perkataan yang diucapkan manusia akan diperhitungkan. Oleh sebab itu, manusia harus berpikir terlebih dahulu sebelum menuturkan ucapan-ucapan yang buruk, sebab ia akan diperhitungkan. Sebuah pohon berasal dari benih kemudian tumbuh membesar dan memberikan buahnya. Buah ini lalu akan berubah menjadi benih lagi. Benih itu diambil dan ditanam di segenap penjuru tempat. Ia akan menghasilkan pohon dari jenis yang sama. Pohon ini nanti pada saatnya akan menghasilkan buah lagi. Dan buahnya akan menghasilkan benih yang bisa ditanam. Begitu seterusnya tak berhenti.
Dengan memahami ini, kita mengetahui besarnya pahala tutur kata yang baik atau tradisi yang baik. Bagaimana pula dengan balasan tutur kata yang buruk dan tradisi yang buruk. Kita juga mengetahui bahwa keduanya menjalar di muka bumi seperti pohon yang menghasilkan benih. Maka orang yang mentradisikan perbuatan baik dan mengucapkan tutur kata yang baik akan mendapatkan pahala dan pahala orang lain yang mengerjakannya seperti dia sampai hari kiamat. Dan orang yang mentradisikan perbuatan jahat dan bertutur kata yang buruk memperoleh balasan dosa dan dosa orang lain yang melakukannya. Dalilnya adalah firman Allah Swt: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban  (dosa)  mereka,  dan  beban-beban  (dosa  yang  lain)  di  samping  beban-beban  mereka sendiri.” (Al-`Ankabut: 13) Dan sabda junjungan kita, Rasulullah Saw: “Barang siapa mentradisikan perbuatan baik, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang melakukannya. Dan barang siapa mentradisikan perbuatan buruk, maka baginya dosanya dan dosa orang yang melakukannya.”
Dan begitulah, bahwa pilihan Allah Swt untuk memperumpamakan tutur kata dengan pohon adalah satu pilihan yang cermat. Karena Allah Swt seakan-akan hendak mengatakan bahwa kemanusiaan akan berada di bumi dan jarak akan dihapus atau hilang. Segala sesuatu yang terjadi di ujung dunia akan diketahui di setiap penjuru tempat hanya dalam hitungan detik. Sesuatu yang baik akan menyebar dengan cepat, begitu pula sesuatu yang buruk. Keduanya akan selalu berada di tengah-tengah masyarakat dan dianut manusia.
Jika kita melihat dosa-dosa kemanusiaan kini, akan kita dapati bahwa dosa-dosa itu berasal dari tradisi-tradisi buruk yang direka sebagian manusia yang tak mempunyai iman. Tradisi itu membuahkan hasil yang kemudian benihnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Lihatlah misalnya mode yang mempertontonkan tubuh perempuan dan memamerkan apa yang diharamkan Allah Swt. Anda dapati bahwa mode ini dimulai dari negeri yang kotor yang tak memiliki iman di dalamnya. Kemudian buah hasil pohon ini berpindah dari pohon jelek ini ke seluruh dunia. Anda bisa temukan itu di setiap ibu kota dan di setiap negara. Meskipun mode seperti itu tumbuh di satu negara, hal itu tentu akan menyakitkan diri anda. Dan orang yang pertama kali mengejek dan menyakiti anda, adalah orang yang tak pernah anda duga-duga mau berbuat seperti itu.
Jadi, firman Allah Swt: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit”, sesungguhnya hanya ingin menggugah kita untuk tidak menunggu balasan pahala dari seseorang. Tapi hanya dari Allah Swt kita nantikan pahalanya. Terkadang kita memperoleh balasan kebaikan dari tutur kata indah yang kita ucapkan. Akan tetapi, pahala yang hakiki dan pahala yang besar adalah di sisi Allah Swt di akhirat kelak.
Kemudian Allah Swt berfirman: “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.”(Ibrahim: 25) Di sini nampak keagungan kecermatan al-Qur’an dalam firman-Nya yang menggunakan redaksi “setiap musim”. Redaksi ini benar-benar sesuai dengan tutur kata yang baik yang memberikan buahnya setiap saat. Artinya, tutur kata yang baik itu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan ditanam di lahan baru lalu menyebar. Tutur kata itu akan memberikan hasil baru bagi orang yang menaburkan benih pertama. Allah Swt akan memberinya di samping pahalanya sendiri pahala orang-orang yang mengerjakannya. Setiap tutur kata atau perbuatan baik, di setiap tempat ia berpindah memiliki pahala atau buah yang akan diberikan kepada pemiliknya yang telah mentradisikannya pada setiap masa. Meskipun pemiliknya hanya menaburkan benih pertama di tempat baru itu.
Satu hal lagi, jika anda bertutur kata yang baik di mana anda mendapatkannya dari seseorang, maka selama anda mengatakannya ia akan memberi anda dengan kebaikan lainnya. Seolah-olah dalam setiap waktu dan kesempatan tutur kata ini adalah buah. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang berbicara dengan ucapan-ucapan yang baik dari kita, mudah-mudahan segala faktor kebaikan meninggalkan pengaruhnya dalam diri kita. Sehingga dengan demikian, kita bisa berusaha membalas lagi tutur kata baiknya itu dengan yang lebih baik lagi.
Kemudian Allah Swt berfirman: “dengan seizin Tuhannya”. Artinya bahwa itu semua terjadi dengan kehendak Allah Swt. Ia Swt memberkati perbuatan baik. Semuanya tidak berlangsung dengan kekuasaan manusia tetapi dengan kekuasaan Allah Swt. Kita temukan orang yang bertutur kata baik atau berbuat baik, akan selalu memperoleh kebaikan tanpa ia mengetahui dari mana dan bagaimana datangnya. Dengan kata lain, Allah Swtlah yang membuat kebaikan itu bagi orang yang berusaha berbuat baik. Allah pun memberinya buah perbuatannya itu.
Kemudian Allah Swt melengkapi penjelasannya dengan memaparkan kepada kita perumpamaan tutur kata yang jelek. Ia berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” Allah Swt berkehendak mengatakan kepada kita bahwa sesungguhnya tutur kata yang buruk adalah pohon juga. Ia juga memiliki benih dan menyebar dari satu tempat ke tempat lainnya berikut buahnya. Persis seperti menyebarnya tutur kata yang baik. Begitulah tutur kata yang buruk dan perbuatan buruk juga mempunyai kemampuan menjalar. Akan tetapi di sini terdapat perbedaan. Allah Swt berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (Ibrahim: 26)
Bahwasanya tutur kata yang buruk akan memberikan hasil buruk pula. Ia mendatangkan buah yang tak bermanfaat, bahkan mendatangkan marabahaya kepada kemanusiaan seluruhnya. Allah Swt berfirman: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (Al-A`raf: 58)
Ucapan yang teguh
Sampailah kita kepada akhir dari perumpamaan tentang tutur kata yang diberikan Allah Swt dalam ayat-Nya:“Allah  meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
Melalui ayat ini Allah Swt memberitahu kita tentang peran iman yang sempurna. Ia Swt mengatakan bahwa banyaknya keburukan kadang-kadang menciptakan fitnah terhadap kaum mukminin. Barangkali iman mereka tergoncang. Pada saat itulah kehendak Allah melindungi setiap mukmin untuk meneguhkan mereka dihadapan keburukan yang terlihat banyak di muka bumi. Allah Swt menganugerahi mereka ucapan yang teguh. Dari manisnya iman dan ketulusannya, Allah Swt memperlihatkan mereka sesuatu yang menyebabkan hati mereka kokoh dan teguh atas iman hingga tak tergoncang. Allah Swt adalah penolong orang-orang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya iman. Hal ini merupakan pembuktian dari firman Allah Swt: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).” (Al-Baqarah: 257)
Di sini kehendak Allah Swt berlanjut mengatakan kepada orang mukmin untuk tidak mengkhawatirkan segala sesuatu. Semua itu tidak akan bisa menyentuhnya, karena Allah bersamanya. Selama Allah Swt bersamanya, maka dialah yang kuat, sementara dunia seisinya tak memiliki daya dan kekuatan. Allah menenteramkan hatinya, sebab Allah selalu menjaganya.
Selanjutnya nash al-Qur’an menyatakan: “dan di akhirat”. Artinya bahwa peneguhan dari Allah Swt itu tidak hanya berlaku di dunia saja, tetapi juga pada hari pembalasan besar di akhirat. Orang-orang mukmin nanti berdiri dihadapan Allah Swt mengatakan kebenaran. Allah Swt mengilhami mereka dengan kebenaran dan menyelamatkan mereka dari siksa.
Kemudian nash ayat di atas melanjutkan: “dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” Artinya Allah Swt hanya meneguhkan hati orang-orang beriman saja. Sedangkan orang-orang yang dzalim dibiarkan Allah Swt agar setan menghiasi mereka dengan kejahatan di muka bumi. Maka mereka terperdaya dengan banyaknya keburukan, tanpa mempedulikan kenyataan bahwa hanya kebaikan sematalah yang menetap di bumi.
Allah Swt mengingatkan kita bahwa semua itu tidak terjadi begitu saja di luar kehendak-Nya. Allah Swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan pilihan dan ideal untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Kemudian manhaj Allah Swtlah yang mengarahkan manusia untuk mendatangi iman menurut pilihan mereka sendiri. Oleh sebab itu orientasi manusia ke arah kedzaliman, kesesatan, atau keburukan adalah tunduk dibawah kehendak Tuhan yang memberi kebebasan memilih. Itu semua agar perhitungan amal di akhirat nanti berjalan adil.
Akhirnya sampailah kita ke akhir perumpamaan yang dipaparkan Allah Swt tentang tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk. Dan bagaimana keduanya diumpamakan seperti pohon yang menghasilkan buah, dan benihnya menyebar ke seluruh dunia. Akan tetapi tutur kata yang baik berakar kokoh dan cabangnya menjulang ke langit. Dari tutur kata yang baik itu akan mendatangkan kebaikan kepada kita sampai hari kiamat. Sedangkan tutur kata yang buruk tidak bisa berdiri tegak di bumi. Ia akan layu dalam waktu singkat dengan tindakan Allah Swt mengumpulkan orang shalih dengan orang dzalim atau mengumpulkan orang dzalim dengan orang dzalim. Sesungguhnya Allah Swt meneguhkan orang mukmin dan menolongnya, serta membiarkan orang dzalim disesatkan oleh setan.
(Dinukil dari Buku Amtsal al-Qur’an al-Karim (Perumpamaan dalam al-Qur’an), karya Syaikh Muhammad Mutawalli as-Sya`rawi)

Kamis, 17 Oktober 2013

::: DOSEN KU ENGKAULAH IBU, SAHABAT DAN PENUNTUN LANGKAHKU :::

Setelah 7 Bulan berlalu tanpa ada kabar berita, Kini Engkau hadir membawa kedamaian dan kesejukan dalam Qalbuku. Kesibukan itu yang membuat kita tak bisa bertatap muka dalam beberapa waktu, aku fahami itu.
Ibuuuu Kata-Katamu Sungguh menguatkanku, Memotivasiku untuk terus berdiri tegar dan semoga kita tetap Istiqomah di JalanNYa.
Ibuu... Masalah hanyalah sekelumit warna kehidupan yang memang harus kita Jalani, Ujian itu hadir karena Allah sayang terhadap kita tak lain hanyalah untuk meningkatkan derajat kita dihadapanNYa. Analoginya bukankah anak sekolah juga butuh ujian untuk bisa menaikan tahapan tahapan kelasnya begitu jg dengan kita. maka ujian itu sebagai sesuatu yang perlu kita pahami bahwa ada hikmah dibaliknya yaitu agar kualitas kehambaan kita meningkat dalam pandangan Allah. Alhamdulillah... Itu yang ada dibenak ana bu
Bukankah Disebalik Ujian juga memiliki jaminan kepada kita yaitu berupa penghapusan dosa, Allah akan menghapus dosa dosa seorang hamba dengan ujian yang ditimpakan kepada kita, Mungkin Saja Musibah dan cobaan datang disebabkan dosa-dosa yang pernah kita perbuat (Positif Thingking) :)
Allah Tabaroka waTa’ala berfirman :


وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).


Oh Ibuuuuuuuuuuu Mengapa tiba-tiba matamu berkaca - kaca ketika engkau lihat perubahan dalam hidupku sambil berkata "Subhanallah.. ana" #Sambil_Memelukku aku sungguh terharu, sangat terharu air matakupun menetes dalam dekapanmu.
Ibu.. Rasa Terimakasih yang tiada terkira karena Engkau telah menuntun langkahku menjadi seperti saat ini, Inilah bagian dari nikmat Allah yang sungguh luar biasa, ana menemukan sosok ibu ketika ana berada jauh dari orang tua.

Ibu... Ana Sayang Ibu. Hanya kata kata itu yg terungkap dari bibirku :)


Nb: Teruntuk Dosenku Tersayank :)

Sabtu, 05 Oktober 2013

::: MENCINTAI BARU DI CINTAI :::


     Satu diantara berbagai tuntunan dakwah yang perlu diperhatikan seorang da'i adalah bagaimana ia bisa tampil sebagai orang yang dicintai. Karena dengan dicintai dia akan menjadi orang yang dirindukan dan didengar. Dengan begitu diharapkan segala nilai - nilai islam yang diajarkannya akan dilaksanakan dan ditaati.
    Rasulullah SAW merupakan pribadi yang begitu dicintai, simpatik dan mempesona manusia, Karena itulah Orang - Orang yang didakwahi tidak punya alasan untuk mencela Pribadi Rasulullah SAW. Bahkan, Mereka Menolak dakwahnya sekalipon mengakui bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang layak dicintai karena sifatnya yang amanah, kejujuran pribadinya, dan budi pengertinya begitu baik.
    Maka bagi mereka ini dalih yang dikemukakan dalam menolak dakwah beliau karena mereka tidak punya alasan lain hanyalah tuduhan bahwa yang dibawa Rasulullah SAW adalah sihir. Suatu tuduhan yang nyatanya sama sekali tidk dapat mereka buktikan. tapi perlu disadari oleh para da'i, apa yang dirasakan dan didapat Rasulullah SAW ini dukungan dan kecintaan manusia tidak muncul begitu sahaja. Bahwa Rasulullah SAW mendapat dukungan dan perlindungan Allah SWT dalam menyabarkan Risalahnya, ini benar. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa kesuksesan dakwah Rasulullah SAW adalah Poin terima jadi dari Allah SWT. Buktinya, tetap saja ada yang membenci Rasulullah SAW dan menolak Risalah Rasul dan Rasul pun tetap berjuang keras untuk mendakwahi mereka.
    Maka sebagai da'i dan da'iyah itu pula yang harus kita upayakan : berupaya dengan sungguh - sungguh untuk mendapat tempat dihati orang yang akan kita ajak ke jalan Islam.

Pilih Cinta Allah, Lupakan Yang Lain
  
    Bagaimana kita bisa mendapatkan cinta manusia yang akan kita seru kejalan Allah SWT??? Cinta adalah milik Allah, maka untuk mendapatkannya kita harus meminta kepada pemiliknya, iya toh hehe
Mengapa demikian????

Pertama, Dakwah adalah Tugas suci dari Allah. Restu Allah sangat menentukan berhasil dan gagalnya proyek ini. Mengejar cinta manusia dangan membuat Murka Allah pasti akan menggagalkan dan menghancurkan dakwah itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda "Siapa yang mencari Ridho Allah dengan (resiko) kebencian manusia maka Allah akan Ridho padanya dan membuat orang - orang Ridha padanya. Dan Siapa yang mencari Ridho manusia dengan membuat Allah murka maka Allah akan murka padanya dan membuat orang - orang benci pula padanya." (Ibnu Hibban)

Kedua, Manakala seseorang telah mendapatkan cinta Allah maka orang tersebut akan mendapatkan tempat dan memperoleh penerimaan yang luas di kalangan manusia, Rasulullah SAW bersabda " Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang Hamba, DIA memanggil Jibril seraya mengatakan ' Sesungguhnya AKU mencintai si Fulan maka cintailah dia.' Maka Jibril mencintainya. Kemudian Ia (Jibril) menyerukan dilangit dengan mengatakan ' Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan maka cintailah dia oleh kalian.' maka penduduk langit mencintainya. Kemudian Jadilah orang itu mendapatkan penerimaan dibumi." (Shahih Al-Bukhari dan Muslim)

    Dan tak ada cara lain untuk memperoleh kecintaan Allah selain dengan cara taat dan tunduk kepadaNYA secara mutlak, dalam kondisi apapon. Katakanlah "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (QS. Ali 'Imran / 3 :31)

    Berangkat dari sini, bagaimana kiat selanjutnya dalam meraih cinta manusia?????
  • Cintalah karena Allah
     Landasan Interaksi seorang da'i dengan mad'unya hanya landasan cinta karena Allah SWT. Ana bin Malik mengatakan "Aku sedang duduk - duduk disisi Rasulullah SAW. tiba -tiba seorang laki - laki lewat. Seseorang dari yang sedang duduk bersama Rasulullah SAW mengatakan ' Ya Rasulullah SAW, aku mencintai orang itu.' Rasulullah SAW mengatakan 'Sudahkah kamu mengatakan kepadanya??' Orang itu menjawab 'Belum' Kata Rasulullah SAW 'Bangunlah dan nyatakanlah kepadanya." maka orang itu bangkit menuju kearahnya seraya mengatakan, 'Uhibbuka Fillah (Aku mencintaimu karena Allah)' Orang itu menjawab ' Ahabbakal-Ladzi ahbatani lahu (Semoga mencintaimu pula (Allah) yang karenaNYA kamu mencintaiku'." (Hadist Riwayat Ahmad)
  • Berlapang Dadalah
    Dengan lapang dada dan menyuburkan sifat pemaaf akan membuat hati menjadi lembut. "Islam menjadikan sikap pemaaf dan berlapang dada sebagai salah satu jalan pembinaan.Sikap itu dapat membersihkan hati dari dengki dan kecenderungan - kecenderungan buruk lainnya. Dengan demikian meningkatlah keyakinan seorang muslim dan semakin sempurnalah keimanannya."
kata Musthafa Abdul Wahid dalam Syakhshiyyatul Muslim Kama Yushawwiruhal Qur'an.
Dan Allah SWT Berfirman : "Mereka Harus memaafkan dan berlapang dada. tidakkah kamu ingin bahwa Allah mengampunimu??? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An - Nur 22)
  • Perbanyak Silaturahim
     Allah SWT Berfirman : "Dan Orang - Orang yang menyambung apa-apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan, merasa takut kepada Rabb mereka dna merasa takut akan buruknya perhitungan." (Ar-Rad 21)
Rasulullah SAW bersabda "Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan hubungan, yakni memutuskan habungan rahim (Kekeluargaan)." (Muttafaq 'alaih) Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menjalin hubungan dengan orang yang memutuskannya dengan kita. 

     Selain besar pahalanya, silaturahim juga mendatangkan banyak manfaat bagi seorang da'i misalnya memahami kondisi mad'u, sehingga sang da'i dapat memberikan empati yang hal itu kadang dapat meringankan beban penderitaannya. Apalagi bila diiringi langkah konkrit bagi penyelesaian masalah mad'unya.
  • Berempati
     Empaty adalah sikap dimana kita berusaha merasa-rasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Tentang perlunya empaty ini dalam dakwah. diisyaratkan secara umum oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya "Perempuan mukmin itu bagaikan satu tubuh. Jika satu anggota merasakan sakit maka seluruh Anggota tubuh merasakan demam dan tidak dapat tidur.”

    Bayangkan saja bila suatu ketika anda mengeluh rasa sakit pada seseorang lalu ia menjawab “Saya kemarin juga sakit selama satu minggu, tapi gak bilang – bilang.” Akan kah anda suka kepada orang itu??
  •   Juahi Kesombongan
     Seorang yang sedang mengajak orang menuju kebaikan boleh saja menampilkan hal – hal baik yang pernah dilakukannya, sebagai upaya tahaddust binni’mah (menceritakan kenikmatan) Akan tetapi ia harus berupaya untuk menjauhi riya’ dan kesombongan. Qatadah mengatakan “Siapa yang diberi harta, atau ketampanan (Kecantikan) atau pakaian, atau Ilmu kemudian tidak bersikap tawadhu’ maka semua itu akan menjadi kebinasaan bagi dirinya pada hari kiamat.
  •  Hati – Hati dalam Berjanji
 Melanggar janji akan membuat Allah marah dan menyebabkan manusia kecewa serta kehilangan kepercayaan. Oleh karena itu dari pada kita termasuk orang yang melanggar Janji, maka membuat janji secara cermat dan akurat adalah pilihan yang tepat. Dari pada Mengumbar Janji, lebih produktif menampilkan bukti – bukti.
Jangan sampai kita terjebak untuk menyaingi atau mengimbangi janji – janji para penyeru kebusukan dengan janji busuk serupa.

Tentu masih banyak lagi hal – hal yang membuat seorang da’i dan da’iyah mendapat tempat dihati pada mad’u (Orang yang kita seru). Namun, jika yang minimal ini dapat dilaksanakan, Insyaallah kita akan menjadi contributor penting untuk dakwah dan Kemajuan umat Islam.

والله أعلمُ بالـصـواب

Afwan,... Jika ada yang salah dari Penulisan Ana, Kesalahan itu datangnya dari diri ana pribadi sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. dan Kesempurnaan itu datangnya dari Allah SWT.

Kamis, 03 Oktober 2013

::: KEKUATAN DARI SANG PEMILIK KEKUATAN :::

Ana Menyadari Hidup Ini  Penuh Liku, Terkadang Kita selalu Beranggapan Masalah Kita begitu berat, jalan yang kita tempuh tak selamanya berjalan sesuai apa yang kita harapkan dan Untuk menjadi yang jauh lebih baik itu juga penuh tantangan dari mulai dikucilkan dari teman bahkan ketika masalah besar mulai menghantam hidupku aku bingung kemana harus cerita sahabat yg biasa ada kini menghilang tapi DIA tak membiarkanku bersedih kala sendiri, DIA memanggilku dengan seruan yang begitu merdunya, Disepertiga malamNya DIA membangunkanku, memelukku, mendekapku hingga kedamaian itu terasa menyejukkan Qalbuku. Oh aku Sangat MencintaiNya dan selalu merindukanNya dan kini Aku ingin selalu ada didekatNya.Aku Ingin Berbagi kepada sahabatku bahwasanya Allah tak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan kita dan sesungguhnya pertolongan Allah sangatlah dekat, aku bisa merasakan Hal itu.

Oh ya Sob,.. Belajar dari pengalaman orang lain, pernah suatu ketika seseorang bercerita anggap saja namanya pak fulan. Beliau memiliki istri dan 2 orang anak. Istri Pak Fulan sebut saja dg ibu fulanah yang kini mengidap penyakit kanker ganas, 7 tahun ibu fulanah fakum dan tak bisa apa-apa. tiap 2 minggu sekali pak fulan membawa istrinya yg harus bolak balik ke RS hanya untuk mengeluarkan cairan dalam tubuhnya yang dalam sekejap membuat perutnya semakin membesar akibat kanker ganas. pak fulan bekerja di salah satu perusahaan penerbangan sebagai karyawan bongkar muat. Subhanallah kesetiaan dan kesabaran pak fulan kepada istrinya hingga bertahun-tahun, pak fulan merangkap semua pekerjaan dari memasak, menyuci, nyuapin istri dan bekerja mencari nafkah buat keluarga, profesi itu bertahun-tahun ia jalani. pernah suatu ketika istrinya tak tega melihat pak fulan yang harus banting tulang mengerjakan semuanya sendiri. 2 orang anaknya masih kecil-kecil hingga sang istri menyuruh pak fulan untuk menikah lagi tp pak fulan tetap tidak bersedia bahkan beliau berkata pada istrinya " Andai saya menikah lagi siapa yang akan mengurusmu dan menikah lagi itu artinya akan menambah pengeluaran kita sedangkan keuangan kita sudah menipis, saya mencintaimu dg tulus dalam keadaan apapun istriku dan saya ikhlas dengan cobaan ini " sang istripon terharu dan meneteskan air mata. Singkat cerita suatu ketika pak fulan di PHK dari tempat bekerjanya tak pernah sebelumnya ku lihat beliau menangis namun kali ini air matanya tak kuasa dibendung sambil bercerita kepada salah satu Ulama ketika habis sholat dan suasana mulai hening. beliau bercerita bahwa 2 hari yang lalu beliau di PHK dari tempat kerjanya sementara Istri dan anaknya masih membutuh banyak biaya, dari biaya untuk bertahan hidup, biaya sekolah sampai ke biaya kemoterapi yang belum membuahkan hasil jua. Ulama itu mencoba menenangkan hatinya dengan berkata "Pak Fulan Percayalah Allah tak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan Manusia itu sendiri dan yakinlah Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuk keluarga bapak" 
Pak Fulan yang dikenal dg sosok orang yang baik hati, ramah dan Insyaallah Sholeh yang selalu IstiQomah dijalanNYa. aku sungguh terharu mendengar cerita beliau kala itu setelah itu beberapa bulan aku tak mendengar berita pak fulan tp beberapa waktu lalu ku dengar bahwa ibu fulanah meninggal dunia karna tak sanggup lagi menahan kanker ganas yang membuat perutnya semakin membesar hingga cairan keluar dari tiap pori porinya. 
dari jauh Ku lihat pak fulan berkata kepada Ustad ketika kami takziah "Ustad,.. Inilah jawaban dari Allah bahwa Allah tak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan kita, ketika saya kehilangan pekerjaan dan tak sanggup lagi membawa Istri saya kemoterapi, saat itulah Allah memangil Istri saya. saya Ikhlas melepas kepergian Istri saya dan saya yakin inilah jalan yang terbaik buat keluarga saya."

Subhanallah,... Kisah pak fulan benar-benar membuka fikiran ana, segala ketetapan Allah adalah yang terbaik buat kita semua. Wallahu A'lam Bishawab  :)


Afwan.. Jika masih banyak kesalahan dlm penulisan kisah ini yg masih jauh dari sempurna. Kesalahan itu milik ana dan kesempurnaan itu milik Allah




Rabu, 12 Juni 2013


Birrul Walidain (Berbuat baik terhadap kedua ibu bapa)


Siri 10 Muwasofat
Mustawa
Pemula
Muwasofat
Bermanfaat kepada orang  lain (نافع لغيره)
Ciri Muwasofat
Berbuat baik terhadap kedua iba bapak

Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR. Muslim)
Birrul Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada  kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW.,  “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.
Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).”[i]
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali“.[ii]





Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk berbuat baik kepada kedua orang tua:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنًا‌ۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا
Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’: 23).
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”[iii].
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)[iv].
Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)

Keutamaan Birrul Walidain
1.      أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ بَعْدَ الصَّلاَةِ (amal yang paling dicintai disisi Allah SWT selepas Solat) (
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak beerti jika melakukan Solat tepat pada waktu dan jihad fisabilillah menafikan kewajipan birrul walidain kerana Rasulullah SAW. pernah menolak permohonan salah seorang sahabat untuk jihad fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua ibu bapanya. Lantas Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera pulang menyelesaikan permasalahan tersebut dahulu.
2.     مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ (doa mereka mustajab)
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.[v]
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi[vi])
3.   سَبَبُ نُزُوْلِ الرَّحْمَةِ (sebab turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.      Bukan beerti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Seorang anak tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)
5.      Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)
6.      Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.” (HR. Muslim)
7.      Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)





Melaksanakan Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih Hidup          
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah

Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya –  menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…”(QS. Luqman: 15)
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…”
 (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan mereka melemah dan sangat memerlukan bantuan dan perhatian daripada anaknya.
Abu Bakar As Siddiq ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangatudzur, beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman dalam QS. 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas Solat (mendirikan Solat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya menyalahi dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah pada QS. 19 : 41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka

Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya

Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka

Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua

Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain

Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila Mereka Meninggal Dunia (بَعْدَ وَفَاتِهِمَا)
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.”
 (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua

Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…”
 (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua

4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua

Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah

Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.”(HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW. yang telah ditinggal ayahnya Abdullah kerana meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia enam (6) tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah SAW. berbakti pula kepada pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
والله أعلمُ بالـصـواب