HAYATUN THAYYIBAH
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahal [16]: 97)
Hayatun Thayyibah atau kehidupan yang baik adalah dambaan seluruh manusia, tanpa seorang pun yang mengingkarinya. Maka, melalui ayat di atas Allah SWT ingin menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya tentang cara menggapai kehidupan yang baik, yaitu dengan melakukan amal saleh atau kebaikan berdasarkan iman kepada Allah SWT dan rasul-Nya.
Melalui ayat ini, Allah SWT juga ingin menyampaikan kepada kita bahwa perbuatan baik tidak hanya dibalas di akhirat; di dunia akan dibalas dengan pemberian penghidupan yang baik, di akhirat akan dibalas dengan kebaikan yang lebih baik dari kebaikan yang telah dikerjakannya yaitu surga. Dan, balasan tersebut tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Apa itu Hayatun Thayyibah?
Lalu apa itu hayatun thayyibah (kehidupan yang baik)? Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an dan Asy-Syaukni dalam Fathul Qadir-nya, menyebutkan beberapa makna hayatun thayyibah, antara lain; Pertama, rezeki yang halal, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, Said bin Jubair, ‘Atha dan Adh-Dhahhak dan jumhur ulama lainnya.
Kedua, qana’ah (kepuasan hati) sebagimana pendapat Al-Hasan al-Bashri, Zaid bin Wahab, dan Wahab bin Munabbih, termasuk pendapat Ali Bin Abu Thalib dan Ibnu Abbas ra.
Ketiga, petunjuk untuk melakukan ketaatan, guna menggapai ridha Allah SWT, ini menurut Adh-Dhahhak. Adh-Dhahhak Juga berkata, “Siapa yang melakukan amal saleh dalam keadaan beriman, baik ketika sedang susah maupun ketika mudah, niscaya kehidupannya baik, dan siapa yang berpaling dari mengingat Allah, tidak beriman, dan tidak melakukan amal saleh, maka hidupnya sempit, tanpa ada kebaikan di dalamnya.”
Keempat, as-sa’adah (kebahagiaan, kedamaian dalam hidup), masih menurut Ibnu Abbas
Keempat, as-sa’adah (kebahagiaan, kedamaian dalam hidup), masih menurut Ibnu Abbas
Kelima, Abu Bakr al Warraq berkata, hayatun thayyibah ialah manisnya ketaatan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud hayatun thayyibah ialah kehidupan di dalam surga, karena tak ada kebahagiaan tanpa memasuki surga. Dan, masih banyak lagi makna lainnya.
Itulah beberapa makna hayatun thayyibah sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir terkemuka. Kendati terdapat banyak pendapat, namun semua makna yang telah disebutkan mencakup makna dan hakikat kehidupan yang baik. Artinya, siapa yang diberikan hal-hal di atas, laki-laki maupun perempuan, maka dia pun akan merasakan kehidupan yang baik.
Iman dan Amal Saleh
Iman dan amal saleh adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dalam hidup ini. Iman tanpa melakukan amal saleh adalah pengakuan yang sia-sia, dan amal saleh tanpa disertai iman hanyalah kerugian.
Allah SWT berfirman, ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr [103]: 1-3)
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menzhalimi perbuatan baik seorang mukmin walau hanya satu kebaikan. Dia akan diberi kebaikan di dunia—atas kebaikan yang diperbuatnya, dan akan diberi pula pahala di akhirat kelak. Adapun orang kafir, dia akan diberi balasan di dunia atas perbuatan baiknya, namun di akhirat kelak dia tidak akan mendapatkan apa-apa atas kebaikannya itu.”(HR. Muslim)
Dengan demikian, iman adalah syarat sah dan diterimanya suatu amal perbuatan. Kebaikan apapun yang kita perbuat tanpa didasarkan pada iman tidak dapat disebut sebagai amal saleh. As-Sa’di mengatakan, “Iman adalah keyakinan mendalam yang mendorong seseorang untuk terus melakukan kebaikan, baik yang wajib maupun yang disunnahkan.” Dan, orang inilah yang akan mendapat penghidupan yang baik di dunia dan balasan terbaik di akhirat kelak. Wallahu A’lam Bishshawab. (M. Yusuf Shandy)
Allah Swt banyak menyebutkan tentang tutur kata (kalimat) dalam al-Qur’an, dan membuat perumpamaan tentangnya. Allah Swt berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia: “Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(Ibrâhîm [14]: 24-27)
Allah Swt melalui ayat ini hendak menjawab permohonan hamba-hamba-Nya yang beriman dalam setiap tutur kata yang indah dan perbuatan baik. Hal itu dikarenakan Allah Swt Maha Baik dan hanya menerima amal baik. Tutur kata yang indah adalah tutur kata yang menghapuskan semua keburukan, mengingatkan setiap kebajikan, tidak mencari-cari aib dan tidak mengetahui kecuali hanya kebaikan-kebaikan.
Manusia menderita dalam kehidupan ini disebabkan ia selalu mengumpulkan aib dan menumpuk permasalahan. Ia tidak mau melihat sisi-sisi yang baik. Allah Swt ingin menebarkan tutur kata yang baik di antara orang-orang beriman. Allah Swt tidak menginginkan orang-orang beriman menyinggung harga diri orang lain ataupun menyebut kejahatan-kejahatannya dalam pembicaraan mereka. Karena Allah Swt –seperti yang sudah kita ungkapkan- adalah penguasa alam semesta, maka anugerah Allah berlaku sama kepada setiap manusia, tanpa melihat tingkatan iman mereka. Allah Swt telah mengharamkan ghibah dan adu domba. Allah menggambarkan keduanya di dalam al-Qur’an melalui satu ilustrasi menakutkan dengan mengatakan: “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Al-Hujurât: 12)
Sungguh menakutkan gambaran yang diberikan sehingga orang pun merasa jijik. Tidak bisa dibayangkan bagaimana seseorang mendatangi orang mati, duduk di hadapan manusia, lalu memakan dagingnya. Sebuah ilustrasi mengerikan dan menjijikkan mengenai perkataan yang buruk. Oleh sebab itu, Imam Ja`far as-Shadiq ra. suatu ketika mengetahui bahwa ada seseorang yang menebarkan gosip tentang dirinya. Ia lalu meminta pembantunya untuk membawakan kurma terbaik miliknya. Kemudian, ia pilih kurma-kurma yang paling baik itu dan mengirimkannya dalam satu mangkok kepada orang yang telah berlaku ghibah tersebut. Bersama paket kurma itu, Ja`far as-Shadiq menuliskan surat di atas secarik kertas yang berbunyi: “Saya mengetahui bahwa anda telah menyebarkan berita tidak benar tentang diri saya di belakang saya kemarin. Karena anda telah memberikan kepada saya sesuatu yang terbaik milik anda, yaitu kebaikan-kebaikan anda, maka tak ada cara lain untuk membalasnya kecuali saya kirimkan hadiah ini. Saya berikan milik saya yang terbaik, yaitu kurma-kurma ini.”
Allah Swt melalui ayat ini hendak menjawab permohonan hamba-hamba-Nya yang beriman dalam setiap tutur kata yang indah dan perbuatan baik. Hal itu dikarenakan Allah Swt Maha Baik dan hanya menerima amal baik. Tutur kata yang indah adalah tutur kata yang menghapuskan semua keburukan, mengingatkan setiap kebajikan, tidak mencari-cari aib dan tidak mengetahui kecuali hanya kebaikan-kebaikan.
Manusia menderita dalam kehidupan ini disebabkan ia selalu mengumpulkan aib dan menumpuk permasalahan. Ia tidak mau melihat sisi-sisi yang baik. Allah Swt ingin menebarkan tutur kata yang baik di antara orang-orang beriman. Allah Swt tidak menginginkan orang-orang beriman menyinggung harga diri orang lain ataupun menyebut kejahatan-kejahatannya dalam pembicaraan mereka. Karena Allah Swt –seperti yang sudah kita ungkapkan- adalah penguasa alam semesta, maka anugerah Allah berlaku sama kepada setiap manusia, tanpa melihat tingkatan iman mereka. Allah Swt telah mengharamkan ghibah dan adu domba. Allah menggambarkan keduanya di dalam al-Qur’an melalui satu ilustrasi menakutkan dengan mengatakan: “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Al-Hujurât: 12)
Sungguh menakutkan gambaran yang diberikan sehingga orang pun merasa jijik. Tidak bisa dibayangkan bagaimana seseorang mendatangi orang mati, duduk di hadapan manusia, lalu memakan dagingnya. Sebuah ilustrasi mengerikan dan menjijikkan mengenai perkataan yang buruk. Oleh sebab itu, Imam Ja`far as-Shadiq ra. suatu ketika mengetahui bahwa ada seseorang yang menebarkan gosip tentang dirinya. Ia lalu meminta pembantunya untuk membawakan kurma terbaik miliknya. Kemudian, ia pilih kurma-kurma yang paling baik itu dan mengirimkannya dalam satu mangkok kepada orang yang telah berlaku ghibah tersebut. Bersama paket kurma itu, Ja`far as-Shadiq menuliskan surat di atas secarik kertas yang berbunyi: “Saya mengetahui bahwa anda telah menyebarkan berita tidak benar tentang diri saya di belakang saya kemarin. Karena anda telah memberikan kepada saya sesuatu yang terbaik milik anda, yaitu kebaikan-kebaikan anda, maka tak ada cara lain untuk membalasnya kecuali saya kirimkan hadiah ini. Saya berikan milik saya yang terbaik, yaitu kurma-kurma ini.”
Apa yang bisa dipahami dari pengumpamaan tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk dengan pohon?
Pada saat kita mengawali pembicaraan mengenai perumpamaan yang diberikan Allah Swt tentang tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk, kita renungkan sejenak perumpamaan tutur kata dengan sebuah pohon.
Mengapa Allah Swt mengumpamakan tutur kata yang baik dengan pohon yang bagus, dan tutur kata buruk dengan pohon yang jelek? Allah Swt ingin menggugah perhatian kita kepada pelbagai makna dalam penyerupaan tutur kata dengan pohon. Pertama, pohon tumbuh dimulai dengan benih. Kemudian pohon itu tumbuh semakin besar. Begitu juga tutur kata, yang bagus maupun yang buruk. Ia keluar dari mulut seperti benih yang kecil. Kemudian disebarkan dan diterima manusia. Ia pun semakin besar dan besar. Menyebar di satu kampung kemudian berpindah ke kampung lainnya. Begitu seterusnya.\
Seakan-akan Allah Swt ingin menarik perhatian kita di awal perumpamaan kepada bahaya yang bisa timbul dari tutur kata. Allah Swt seolah-olah ingin menyampaikan bahwa janganlah sekali-kali kalian mengira bahwa tutur kata hanya berupa rangkaian huruf-huruf semata yang diucapkan mulut kemudian dilupakan, selesai dan pergi begitu saja. Tetapi ia ibaratkan sebuah pohon yang dimulai dari benih. Kemudian cabang-cabangnya tumbuh menjalar, lalu membesar. Setelah itu buahnya berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Contohnya, silakan anda lihat tindak kejahatan yang dilakukan di satu negara yang tidak menerapkan syari`at Allah. Ia akan menjalar ke nagara-negara lain.
Maka tutur kata yang indah dan tradisi yang baik tidak terbatas pengaruhnya hanya kepada orang yang menanamnya. Tetapi ia akan tumbuh berkembang dan berbuah memenuhi dunia. Oleh karenanya, Allah Swt menyerupakan tutur kata dengan sebatang pohon.
Perbedaan antara tutur kata yang baik dengan tutur kata yang buruk
Allah Swt membedakan antara tutur kata yang baik dengan tutur kata yang buruk. Memang benar, bahwa keduanya diperumpamakan dengan sebatang pohon yang menghasilkan buah dan menyebarkan benih. Akan tetapi tutur kata yang baik dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Artinya, bahwa sesungguhnya tutur kata yang baik dan tradisi perbuatan yang baik akan tetap tertancap di bumi ini. Tak akan tercabut selamanya. Dalam hal ini, Rasulullah Saw Bersabda: “Kebaikan yang ada pada diriku dan ada pada umatku akan ada sampai hari kiamat nanti.”
Allah Swt membedakan antara tutur kata yang baik dengan tutur kata yang buruk. Memang benar, bahwa keduanya diperumpamakan dengan sebatang pohon yang menghasilkan buah dan menyebarkan benih. Akan tetapi tutur kata yang baik dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Artinya, bahwa sesungguhnya tutur kata yang baik dan tradisi perbuatan yang baik akan tetap tertancap di bumi ini. Tak akan tercabut selamanya. Dalam hal ini, Rasulullah Saw Bersabda: “Kebaikan yang ada pada diriku dan ada pada umatku akan ada sampai hari kiamat nanti.”
Maka tradisi yang baik dan tutur kata yang indah kapanpun ditabur di muka bumi, akan tetap ada dan diamalkan manusia. Banyak ataupun sedikit yang mengamalkannya, ia selamanya tak akan ada habisnya. Kebaikan akan senantiasa ada.
Kemudian setelah itu, Allah Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.” Di sini Allah Swt ingin mengambil perhatian kita bahwa pahala tutur kata yang indah dan tradisi yang baik adalah di sisi Allah Swt. Maka dari itu, Ia Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Kemudian setelah itu, Allah Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.” Di sini Allah Swt ingin mengambil perhatian kita bahwa pahala tutur kata yang indah dan tradisi yang baik adalah di sisi Allah Swt. Maka dari itu, Ia Swt berfirman: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
Seakan-akan Allah Swt ingin mengatakan jangan kalian tunggu pahala dari dunia. Jika engkau bertutur kata baik, maka nantikanlah pahala dari Allah Swt. Dan carilah pahala dari Allah Swt semata. Jika engkau memperoleh kebaikan di dunia, maka itu baik bagimu. Tetapi jika tidak, maka engkau mengetahui bahwasanya pahala menanti di sisi Allah Swt karena Ia telah berfirman: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(ar-Rahman: 60).\
Sedangkan jika engkau berbuat kebaikan dengan mengharap ridla dari selain Allah Swt, misalnya, dari orang-orang yang berkuasa, maka Allah Swt akan memasukkan mereka ke dalam kehidupanmu demi mencari pembenaran. Oleh sebab itu, hendaknya masing-masing kita mengawasi segala tutur katanya agar mengetahui makna dan bahayanya. Allah Swt juga seolah-olah mengatakan bahwa tutur kata akan diperhitungkan nanti. Maka, sebaiknya kita tidak melontarkannya sembarangan. Jika anda lemparkan benih di atas bumi sebelum tumbuh pepohonan, artinya anda telah mengambil satu keputusan. Tutur kata manusia diperhitungkan. Oleh sebab itu, Allah Swt berfirman: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qâf: 18)
Artinya, setiap perkataan yang diucapkan manusia akan diperhitungkan. Oleh sebab itu, manusia harus berpikir terlebih dahulu sebelum menuturkan ucapan-ucapan yang buruk, sebab ia akan diperhitungkan. Sebuah pohon berasal dari benih kemudian tumbuh membesar dan memberikan buahnya. Buah ini lalu akan berubah menjadi benih lagi. Benih itu diambil dan ditanam di segenap penjuru tempat. Ia akan menghasilkan pohon dari jenis yang sama. Pohon ini nanti pada saatnya akan menghasilkan buah lagi. Dan buahnya akan menghasilkan benih yang bisa ditanam. Begitu seterusnya tak berhenti.
Artinya, setiap perkataan yang diucapkan manusia akan diperhitungkan. Oleh sebab itu, manusia harus berpikir terlebih dahulu sebelum menuturkan ucapan-ucapan yang buruk, sebab ia akan diperhitungkan. Sebuah pohon berasal dari benih kemudian tumbuh membesar dan memberikan buahnya. Buah ini lalu akan berubah menjadi benih lagi. Benih itu diambil dan ditanam di segenap penjuru tempat. Ia akan menghasilkan pohon dari jenis yang sama. Pohon ini nanti pada saatnya akan menghasilkan buah lagi. Dan buahnya akan menghasilkan benih yang bisa ditanam. Begitu seterusnya tak berhenti.
Dengan memahami ini, kita mengetahui besarnya pahala tutur kata yang baik atau tradisi yang baik. Bagaimana pula dengan balasan tutur kata yang buruk dan tradisi yang buruk. Kita juga mengetahui bahwa keduanya menjalar di muka bumi seperti pohon yang menghasilkan benih. Maka orang yang mentradisikan perbuatan baik dan mengucapkan tutur kata yang baik akan mendapatkan pahala dan pahala orang lain yang mengerjakannya seperti dia sampai hari kiamat. Dan orang yang mentradisikan perbuatan jahat dan bertutur kata yang buruk memperoleh balasan dosa dan dosa orang lain yang melakukannya. Dalilnya adalah firman Allah Swt: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri.” (Al-`Ankabut: 13) Dan sabda junjungan kita, Rasulullah Saw: “Barang siapa mentradisikan perbuatan baik, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang melakukannya. Dan barang siapa mentradisikan perbuatan buruk, maka baginya dosanya dan dosa orang yang melakukannya.”
Dan begitulah, bahwa pilihan Allah Swt untuk memperumpamakan tutur kata dengan pohon adalah satu pilihan yang cermat. Karena Allah Swt seakan-akan hendak mengatakan bahwa kemanusiaan akan berada di bumi dan jarak akan dihapus atau hilang. Segala sesuatu yang terjadi di ujung dunia akan diketahui di setiap penjuru tempat hanya dalam hitungan detik. Sesuatu yang baik akan menyebar dengan cepat, begitu pula sesuatu yang buruk. Keduanya akan selalu berada di tengah-tengah masyarakat dan dianut manusia.
Jika kita melihat dosa-dosa kemanusiaan kini, akan kita dapati bahwa dosa-dosa itu berasal dari tradisi-tradisi buruk yang direka sebagian manusia yang tak mempunyai iman. Tradisi itu membuahkan hasil yang kemudian benihnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Lihatlah misalnya mode yang mempertontonkan tubuh perempuan dan memamerkan apa yang diharamkan Allah Swt. Anda dapati bahwa mode ini dimulai dari negeri yang kotor yang tak memiliki iman di dalamnya. Kemudian buah hasil pohon ini berpindah dari pohon jelek ini ke seluruh dunia. Anda bisa temukan itu di setiap ibu kota dan di setiap negara. Meskipun mode seperti itu tumbuh di satu negara, hal itu tentu akan menyakitkan diri anda. Dan orang yang pertama kali mengejek dan menyakiti anda, adalah orang yang tak pernah anda duga-duga mau berbuat seperti itu.
Jadi, firman Allah Swt: “Dan cabangnya (menjulang) ke langit”, sesungguhnya hanya ingin menggugah kita untuk tidak menunggu balasan pahala dari seseorang. Tapi hanya dari Allah Swt kita nantikan pahalanya. Terkadang kita memperoleh balasan kebaikan dari tutur kata indah yang kita ucapkan. Akan tetapi, pahala yang hakiki dan pahala yang besar adalah di sisi Allah Swt di akhirat kelak.
Kemudian Allah Swt berfirman: “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.”(Ibrahim: 25) Di sini nampak keagungan kecermatan al-Qur’an dalam firman-Nya yang menggunakan redaksi “setiap musim”. Redaksi ini benar-benar sesuai dengan tutur kata yang baik yang memberikan buahnya setiap saat. Artinya, tutur kata yang baik itu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan ditanam di lahan baru lalu menyebar. Tutur kata itu akan memberikan hasil baru bagi orang yang menaburkan benih pertama. Allah Swt akan memberinya di samping pahalanya sendiri pahala orang-orang yang mengerjakannya. Setiap tutur kata atau perbuatan baik, di setiap tempat ia berpindah memiliki pahala atau buah yang akan diberikan kepada pemiliknya yang telah mentradisikannya pada setiap masa. Meskipun pemiliknya hanya menaburkan benih pertama di tempat baru itu.
Satu hal lagi, jika anda bertutur kata yang baik di mana anda mendapatkannya dari seseorang, maka selama anda mengatakannya ia akan memberi anda dengan kebaikan lainnya. Seolah-olah dalam setiap waktu dan kesempatan tutur kata ini adalah buah. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang berbicara dengan ucapan-ucapan yang baik dari kita, mudah-mudahan segala faktor kebaikan meninggalkan pengaruhnya dalam diri kita. Sehingga dengan demikian, kita bisa berusaha membalas lagi tutur kata baiknya itu dengan yang lebih baik lagi.
Kemudian Allah Swt berfirman: “dengan seizin Tuhannya”. Artinya bahwa itu semua terjadi dengan kehendak Allah Swt. Ia Swt memberkati perbuatan baik. Semuanya tidak berlangsung dengan kekuasaan manusia tetapi dengan kekuasaan Allah Swt. Kita temukan orang yang bertutur kata baik atau berbuat baik, akan selalu memperoleh kebaikan tanpa ia mengetahui dari mana dan bagaimana datangnya. Dengan kata lain, Allah Swtlah yang membuat kebaikan itu bagi orang yang berusaha berbuat baik. Allah pun memberinya buah perbuatannya itu.
Kemudian Allah Swt melengkapi penjelasannya dengan memaparkan kepada kita perumpamaan tutur kata yang jelek. Ia berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” Allah Swt berkehendak mengatakan kepada kita bahwa sesungguhnya tutur kata yang buruk adalah pohon juga. Ia juga memiliki benih dan menyebar dari satu tempat ke tempat lainnya berikut buahnya. Persis seperti menyebarnya tutur kata yang baik. Begitulah tutur kata yang buruk dan perbuatan buruk juga mempunyai kemampuan menjalar. Akan tetapi di sini terdapat perbedaan. Allah Swt berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (Ibrahim: 26)
Kemudian Allah Swt berfirman: “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.”(Ibrahim: 25) Di sini nampak keagungan kecermatan al-Qur’an dalam firman-Nya yang menggunakan redaksi “setiap musim”. Redaksi ini benar-benar sesuai dengan tutur kata yang baik yang memberikan buahnya setiap saat. Artinya, tutur kata yang baik itu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan ditanam di lahan baru lalu menyebar. Tutur kata itu akan memberikan hasil baru bagi orang yang menaburkan benih pertama. Allah Swt akan memberinya di samping pahalanya sendiri pahala orang-orang yang mengerjakannya. Setiap tutur kata atau perbuatan baik, di setiap tempat ia berpindah memiliki pahala atau buah yang akan diberikan kepada pemiliknya yang telah mentradisikannya pada setiap masa. Meskipun pemiliknya hanya menaburkan benih pertama di tempat baru itu.
Satu hal lagi, jika anda bertutur kata yang baik di mana anda mendapatkannya dari seseorang, maka selama anda mengatakannya ia akan memberi anda dengan kebaikan lainnya. Seolah-olah dalam setiap waktu dan kesempatan tutur kata ini adalah buah. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang berbicara dengan ucapan-ucapan yang baik dari kita, mudah-mudahan segala faktor kebaikan meninggalkan pengaruhnya dalam diri kita. Sehingga dengan demikian, kita bisa berusaha membalas lagi tutur kata baiknya itu dengan yang lebih baik lagi.
Kemudian Allah Swt berfirman: “dengan seizin Tuhannya”. Artinya bahwa itu semua terjadi dengan kehendak Allah Swt. Ia Swt memberkati perbuatan baik. Semuanya tidak berlangsung dengan kekuasaan manusia tetapi dengan kekuasaan Allah Swt. Kita temukan orang yang bertutur kata baik atau berbuat baik, akan selalu memperoleh kebaikan tanpa ia mengetahui dari mana dan bagaimana datangnya. Dengan kata lain, Allah Swtlah yang membuat kebaikan itu bagi orang yang berusaha berbuat baik. Allah pun memberinya buah perbuatannya itu.
Kemudian Allah Swt melengkapi penjelasannya dengan memaparkan kepada kita perumpamaan tutur kata yang jelek. Ia berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” Allah Swt berkehendak mengatakan kepada kita bahwa sesungguhnya tutur kata yang buruk adalah pohon juga. Ia juga memiliki benih dan menyebar dari satu tempat ke tempat lainnya berikut buahnya. Persis seperti menyebarnya tutur kata yang baik. Begitulah tutur kata yang buruk dan perbuatan buruk juga mempunyai kemampuan menjalar. Akan tetapi di sini terdapat perbedaan. Allah Swt berfirman: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (Ibrahim: 26)
Bahwasanya tutur kata yang buruk akan memberikan hasil buruk pula. Ia mendatangkan buah yang tak bermanfaat, bahkan mendatangkan marabahaya kepada kemanusiaan seluruhnya. Allah Swt berfirman: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (Al-A`raf: 58)
Ucapan yang teguh
Sampailah kita kepada akhir dari perumpamaan tentang tutur kata yang diberikan Allah Swt dalam ayat-Nya:“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
Melalui ayat ini Allah Swt memberitahu kita tentang peran iman yang sempurna. Ia Swt mengatakan bahwa banyaknya keburukan kadang-kadang menciptakan fitnah terhadap kaum mukminin. Barangkali iman mereka tergoncang. Pada saat itulah kehendak Allah melindungi setiap mukmin untuk meneguhkan mereka dihadapan keburukan yang terlihat banyak di muka bumi. Allah Swt menganugerahi mereka ucapan yang teguh. Dari manisnya iman dan ketulusannya, Allah Swt memperlihatkan mereka sesuatu yang menyebabkan hati mereka kokoh dan teguh atas iman hingga tak tergoncang. Allah Swt adalah penolong orang-orang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya iman. Hal ini merupakan pembuktian dari firman Allah Swt: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).” (Al-Baqarah: 257)
Di sini kehendak Allah Swt berlanjut mengatakan kepada orang mukmin untuk tidak mengkhawatirkan segala sesuatu. Semua itu tidak akan bisa menyentuhnya, karena Allah bersamanya. Selama Allah Swt bersamanya, maka dialah yang kuat, sementara dunia seisinya tak memiliki daya dan kekuatan. Allah menenteramkan hatinya, sebab Allah selalu menjaganya.
Melalui ayat ini Allah Swt memberitahu kita tentang peran iman yang sempurna. Ia Swt mengatakan bahwa banyaknya keburukan kadang-kadang menciptakan fitnah terhadap kaum mukminin. Barangkali iman mereka tergoncang. Pada saat itulah kehendak Allah melindungi setiap mukmin untuk meneguhkan mereka dihadapan keburukan yang terlihat banyak di muka bumi. Allah Swt menganugerahi mereka ucapan yang teguh. Dari manisnya iman dan ketulusannya, Allah Swt memperlihatkan mereka sesuatu yang menyebabkan hati mereka kokoh dan teguh atas iman hingga tak tergoncang. Allah Swt adalah penolong orang-orang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya iman. Hal ini merupakan pembuktian dari firman Allah Swt: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).” (Al-Baqarah: 257)
Di sini kehendak Allah Swt berlanjut mengatakan kepada orang mukmin untuk tidak mengkhawatirkan segala sesuatu. Semua itu tidak akan bisa menyentuhnya, karena Allah bersamanya. Selama Allah Swt bersamanya, maka dialah yang kuat, sementara dunia seisinya tak memiliki daya dan kekuatan. Allah menenteramkan hatinya, sebab Allah selalu menjaganya.
Selanjutnya nash al-Qur’an menyatakan: “dan di akhirat”. Artinya bahwa peneguhan dari Allah Swt itu tidak hanya berlaku di dunia saja, tetapi juga pada hari pembalasan besar di akhirat. Orang-orang mukmin nanti berdiri dihadapan Allah Swt mengatakan kebenaran. Allah Swt mengilhami mereka dengan kebenaran dan menyelamatkan mereka dari siksa.
Kemudian nash ayat di atas melanjutkan: “dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” Artinya Allah Swt hanya meneguhkan hati orang-orang beriman saja. Sedangkan orang-orang yang dzalim dibiarkan Allah Swt agar setan menghiasi mereka dengan kejahatan di muka bumi. Maka mereka terperdaya dengan banyaknya keburukan, tanpa mempedulikan kenyataan bahwa hanya kebaikan sematalah yang menetap di bumi.
Allah Swt mengingatkan kita bahwa semua itu tidak terjadi begitu saja di luar kehendak-Nya. Allah Swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan pilihan dan ideal untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Kemudian manhaj Allah Swtlah yang mengarahkan manusia untuk mendatangi iman menurut pilihan mereka sendiri. Oleh sebab itu orientasi manusia ke arah kedzaliman, kesesatan, atau keburukan adalah tunduk dibawah kehendak Tuhan yang memberi kebebasan memilih. Itu semua agar perhitungan amal di akhirat nanti berjalan adil.
Akhirnya sampailah kita ke akhir perumpamaan yang dipaparkan Allah Swt tentang tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk. Dan bagaimana keduanya diumpamakan seperti pohon yang menghasilkan buah, dan benihnya menyebar ke seluruh dunia. Akan tetapi tutur kata yang baik berakar kokoh dan cabangnya menjulang ke langit. Dari tutur kata yang baik itu akan mendatangkan kebaikan kepada kita sampai hari kiamat. Sedangkan tutur kata yang buruk tidak bisa berdiri tegak di bumi. Ia akan layu dalam waktu singkat dengan tindakan Allah Swt mengumpulkan orang shalih dengan orang dzalim atau mengumpulkan orang dzalim dengan orang dzalim. Sesungguhnya Allah Swt meneguhkan orang mukmin dan menolongnya, serta membiarkan orang dzalim disesatkan oleh setan.
Allah Swt mengingatkan kita bahwa semua itu tidak terjadi begitu saja di luar kehendak-Nya. Allah Swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan pilihan dan ideal untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Kemudian manhaj Allah Swtlah yang mengarahkan manusia untuk mendatangi iman menurut pilihan mereka sendiri. Oleh sebab itu orientasi manusia ke arah kedzaliman, kesesatan, atau keburukan adalah tunduk dibawah kehendak Tuhan yang memberi kebebasan memilih. Itu semua agar perhitungan amal di akhirat nanti berjalan adil.
Akhirnya sampailah kita ke akhir perumpamaan yang dipaparkan Allah Swt tentang tutur kata yang baik dan tutur kata yang buruk. Dan bagaimana keduanya diumpamakan seperti pohon yang menghasilkan buah, dan benihnya menyebar ke seluruh dunia. Akan tetapi tutur kata yang baik berakar kokoh dan cabangnya menjulang ke langit. Dari tutur kata yang baik itu akan mendatangkan kebaikan kepada kita sampai hari kiamat. Sedangkan tutur kata yang buruk tidak bisa berdiri tegak di bumi. Ia akan layu dalam waktu singkat dengan tindakan Allah Swt mengumpulkan orang shalih dengan orang dzalim atau mengumpulkan orang dzalim dengan orang dzalim. Sesungguhnya Allah Swt meneguhkan orang mukmin dan menolongnya, serta membiarkan orang dzalim disesatkan oleh setan.
(Dinukil dari Buku Amtsal al-Qur’an al-Karim (Perumpamaan dalam al-Qur’an), karya Syaikh Muhammad Mutawalli as-Sya`rawi)