Birrul Walidain (Berbuat baik terhadap kedua ibu bapa)
Siri 10 Muwasofat
|
Mustawa
|
Pemula
|
|
Muwasofat
|
Bermanfaat kepada orang lain (نافع لغيره)
|
||
Ciri Muwasofat
|
Berbuat baik
terhadap kedua iba bapak
|
||
Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW.
: “Al Birr adalah baiknya akhlaq“.
(HR. Muslim)
Birrul Walidain بِرِّ
الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak
kepada kedua orang tuanya,
kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh
nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua) adalah untuk
mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi
SAW., “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk boleh
berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud Walidain عُقُوْقُ
الْوَالِدَيْنِ bermaksud
durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.
Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah merahmatinya
-: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang
keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al
Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan
mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan
sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat,
walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada
asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang
mandub (disukai/ disunnahkan).”[i]
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah
merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa
yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus
mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali“.[ii]
Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa
hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain
terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajipan
birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT.
dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali,
diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua:
وَٱعۡبُدُواْ
ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
“Dan hendaklah kamu beribadat
kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنًاۚ
إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل
لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا
“Dan Tuhanmu telah perintahkan,
supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah
engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan
“Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada
mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’: 23).
وَوَصَّيۡنَا
ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬
وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ
ٱلۡمَصِيرُ
“Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan
demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh
menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian)
bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah
jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga
ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu
tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah
kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa
yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua
ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”[iii].
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan
Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada
kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)[iv].
Al Mughirah bin Syu’bah –
mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau
bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu,
mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi
meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si
fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak
bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)
Keutamaan Birrul Walidain
1. أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ بَعْدَ الصَّلاَةِ (amal yang paling dicintai disisi Allah SWT selepas Solat) (
Sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya
kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah
bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa
lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua”
Aku tanya lagi “Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak beerti jika melakukan Solat
tepat pada waktu dan jihad fisabilillah menafikan kewajipan birrul walidain
kerana Rasulullah SAW. pernah menolak permohonan salah seorang sahabat untuk
jihad fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua ibu bapanya. Lantas
Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera pulang menyelesaikan permasalahan
tersebut dahulu.
2. مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ (doa mereka mustajab)
Di antara buktinya adalah kisah
ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam
Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali
berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya
melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya,
‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu
banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar,
Allah telah mengembalikan penglihatannya.[v]
Hal di atas menunjukkan benarnya
sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua
pada anaknya.
Dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ثَلاَثُ
دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ
“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa
orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi[vi])
3. سَبَبُ
نُزُوْلِ الرَّحْمَةِ (sebab
turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar
usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali
silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bukan beerti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin
terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Seorang anak tidak akan dapat
membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai hamba,
lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)
5. Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan
yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu
ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti
pertama kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali
bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia bertanya
lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut
bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk
Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda,
“Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat
bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang
sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara
keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.”
(HR. Muslim)
7. Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar
yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik
kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar,
beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus
meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau
segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)
Melaksanakan
Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih
Hidup
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan dengan peristiwa itu,
Allah menurunkan ayat:
“Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…”(QS. Luqman: 15)
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk
ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan
lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok
makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah berbuat baik ini lebih
ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan
mereka melemah dan sangat memerlukan bantuan dan perhatian daripada anaknya.
Abu Bakar As Siddiq ra. adalah
sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang
tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangatudzur, beliau
masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa untuk
mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama
berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Allah berfirman dalam QS. 14 : 40 –
41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi
orang-orang yang muqiimas Solat (mendirikan Solat)
dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang diberikan
Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam mempunyai
ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya menyalahi
dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul walidain yang
dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya beliau
menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar kejalan yang
lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah pada QS. 19 :
41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk
Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang
jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan
dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik
kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang
yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela
Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila Mereka Meninggal Dunia (بَعْدَ
وَفَاتِهِمَا)
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.”(HR. Ibnu Hibban)
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.”(HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW. yang telah ditinggal
ayahnya Abdullah kerana meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam
kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak
Rasulullah ketika berusia enam (6) tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan
perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit
tepatnya didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah
diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada
pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah
SAW. berbakti pula kepada pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
والله أعلمُ بالـصـواب